Memilih Surga atau Neraka

Khutbah Jum'at, 1 Desember 2017
Masjid Al-Muhajirin, Jl Jayapura Antapani
Imam/Khatib: H Iwan R Effendi
Jamaah shalat Jum'at Rahimakumullah
Ahamdulillah pada hari ini kita masih diberi nikmat untuk bersama-sama menjalankan ibadah bertemu dalam shalat jum’at berjama’ah. Marilah kita tingkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. semoga ketaqwaan ini bisa menyelamatkan kita dari api neraka dan memposisikan kita di dalam surga. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasllam, pernah bersabda dalam hadits-nya yang berbunyi:
إِنَّ الْجَنَّةَ حُفَّتْ بِالْمَكَارِهِ وَإِنَّ النَّارَ حُفَّتْ بِالشَّهَوَاتِ
“Sesungguhnya surga itu dikepung oleh segala kemakruhan (hal yang dinistakan agama) sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat (hal-hal yang menyenangkan manusia)” dan dalam haditsnya yang lain “ingatlah bahwa surga adalah sesuatu yang sulit di raih bagai berada di tempat yang tinggi. Sedangkan neraka adalah sesuatu yang mudah bagai berada di tanah yang rendah”
Bagi mereka yang menginginkan surga maka harus siap melawan berbagai kemakruhan. Yang dimaksud dengan kemakruhan adalah segala hal yang dianggap buruk dan dibenci oleh syariat agama Islam.
Begitu pula sebaliknya, posisi neraka dalam hadits di atas dikelilingi dengan berbagai kesenangan. Barang siapa yang kesehariannya selalu bersenang-senang tanpa mempedulikan aturan syariat, sungguh dia telah berada sangat dekat dengan neraka.
Apa yang disampaikan oleh Rasulullah dalam hadits ini sangatlah mudah difahami. Apalagi untuk orang dewasa. Namun, sayangnya seringkali pemahaman itu hanya berhenti sebagai pengetahuan dan tidak ditindak lanjuti sebagai amalan. Sehingga seringkali orang mengaku takut dengan api neraka serta siksa-siksa di dalamnya, tetapi masih saja bergelut dalam kesenangat syahwat yang terlarang. Begitu pula sebaliknya banyak orang yang mengaku merindukan surga, ingin segera bersanding dengan bidadari. Tetapi tidak senang dengan amal-amal saleh dan kebajikan-kebajikan anjuran agama.
Demikianlah Allah sengaja membuat pagar untuk surga sebagai ujian bagi mereka yang menginginkannya. Dan Allah perindah neraka dengan berbagai asesoris yang terbuat kesenangan-kesenangan sebagai cobaan manusia.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ٢١
21. Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa
ٱلَّذِي جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ فِرَٰشٗا وَٱلسَّمَآءَ بِنَآءٗ وَأَنزَلَ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ فَأَخۡرَجَ بِهِۦ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ رِزۡقٗا لَّكُمۡۖ فَلَا تَجۡعَلُواْ لِلَّهِ أَندَادٗا وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٢
22. Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui
وَإِن كُنتُمۡ فِي رَيۡبٖ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٖ مِّن مِّثۡلِهِۦ وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَٰدِقِينَ ٢٣
23. Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar
فَإِن لَّمۡ تَفۡعَلُواْ وَلَن تَفۡعَلُواْ فَٱتَّقُواْ ٱلنَّارَ ٱلَّتِي وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُۖ أُعِدَّتۡ لِلۡكَٰفِرِينَ ٢٤
24. Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) -- dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir
Kemudian dalam hadits selanjutnya Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam, menggarisbawahi:
ألا إِنَّ الْجَنَّةَ حُزْنٌ بِرَبْوَةٍ اَلَا وَإِنَّ النَّارَ سَهْلٌ بِسَهْوَةٍ
“Bahwa surga adalah sesuatu yang sulit di raih bagai berada di tempat yang tinggi. Sedangkan neraka adalah sesuatu yang mudah bagai berada di tanah yang rendah”
Begitulah keadaan sebenarnya. Selanjutnya terserah pilihan pribadi kita masing-masing. Apakah kita menginginkan surga atau menyerahkan diri kepada neraka.
Tak dapat dipungkiri kini manusia sungguhlah amat lemah, disertai dengan kehidupan semakin kompleks. Pengetahuan agama semakin menipis, adapun kesempatan ibadah semakin menyusut. Kesibukan semakin mendesak, umur semakin berkurang dan melakukan amal ibadah terasa makin berat.
Yang diinginkan hanyalah segala yang serba cepat dan instan. Tidak ada usaha serius yang ada hanyalah ketergantungan yang semakin tinggi. Ketergantungan dengan gadget, dengan alat komunikasi, dengan mesin ATM dengan segala macam peralatan tehnologi. Hal ini semakin melemahkan manusia sebagai individu.
Lebih parah lagi masih ada yang mencari agama lain, dengan dalih bahwa semua agama adalah sama. Jelas ini menjurus pada kekafiran. Perhatikan surat Ali Imran, ayat 83 berikut ini.
فَغَيْرَ دِينِ ٱللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُۥٓ أَسْلَمَ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
فَغَيْرَ دِينِ ٱللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُۥٓ أَسْلَمَ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.
Di sisi lain kesibukan kegiatan manusia luar biasa padatnya. Sehingga waktu yang ada hanya habis untu mengurus segala macam urusan. Sehingga kesempatan beribadah semakin sempigt bahkan lenyap. Shalat lima kali saja terkadang tidak terlaksana. Kalaupun terlaksana pengetahuan tentang ibadah itu sangat minim sekali. Pelajaran tentang agama hanya di dapat di sela-sela waktu bekerja.

Maka yang tersisa hanya satu memohon kepada Allah swt agar dianugerahi taufiq dan hidayah. Semoga Allah swt melimpahkan cahaya untuk hambanya. Sebagaimana yang difirmankannya:
أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya.
Artinya, apapun yang terjadi ketika Allah swt telah menghendaki untuk memberikan hidayah-Nya kepada seorang hamba, maka tidak ada satupun masalah yang tersisa. Kemudian seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. Bagaimanakah tanda seseorang memperoleh cahaya hidayah-Nya? Rasulullah saw menjawab:
التَّجَافَى عَنْ دَارِ الْغُرُوْرِ وَالْإنَابَةِ الَى دَارِ اْلخُلُوْدِ وَالاِسْتِعْدَادِ لِلمَوْتِ قَبْلَ نُزُوْلِ الْمَوْتِ
Hamba itu (yang memperoleh hidayah) akan undur diri dari urusan dunia, menekuni urusan akhirat, dan mempersiapkan diri seolah ajal akan segera datang.
Apakah ada dalam diri kita tanda-tanda memperoleh hidayah-Nya? Marilah kita raba diri kita masing-masing. Jadilah orang cerdas, karena orang cerdas tak hanya selalu mengingat pada kematian, tapi juga adalah mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Demikian khutbah jum’ah kali ini semoga bermanfaat untuk saya selaku khatib dan jama’ah pada umumnya. (nas)
Komentar
Posting Komentar