Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2020

Anjuran Ketua DKM Almuhajirin di Masa SAH

Gambar
Wabah Virus Covid-19 makin meluas dengan Jumlah Penderita Positif Terus bertambah. Baik yang Sudah POSITIF Maupun Dalam Pemantauan, Semuanya Tentu Harus dirawat, Baik di Rumah Sakit maupun diisolasi di Rumah secara Mandiri bagi yang bergejala Ringan. Hal yang Jarang diperhitungkan Masyarakat Adalah Begitu BESAR DANA yang Harus dikeluarkan untuk Merawat Seorang Penderita Positif Covid-19. Ketua DKM Almujarin, Sigit Tjiptono, sangat prihatin dengan kondisi wabah saat ini. Untuk itu di masa Stay at Home (SAH) saat ini, Sigit merasa perlu untuk menyampaikan anjuran bagi seluruh jamaah Almuhajirin, agar senantiasa: 1. Menjaga kondisi kesehatan dengan tetap berolahraga ringan di rumah atau di halaman rumah; 2. Istirahat yang cukup, makan yang bergizi, bila perlu minum vit C dan vit E sebagaimana dianjurkan dokter pada saat ini; 3. Melakukan amal ibadah ramadhan dengan perencanaan yang baik disesuaikan dengan kemampuan fisik dan psikis; 4. Ikuti petunjuk ulama (MUI Pusat, Jabar, Kota d

Shalat Jenazah di tengah Wabah

Gambar
Dr. Fathiyah Al Hanafi, pengajar Fiqh Perbandingan Madzhab di Univ. Al Azhar Mesir dalam keterangannya di sebuah portal berita mesir Disunting oleh : ustadz Heykal Sya'ban. Didalam fatwa hal 77 mengenai sholat jenazah saat masjid ditutup krn khawatir penyebaran wabah maka dijawab sbb (scr ringkas) : *) Tidak disyaratkan untuk sahnya sholat jenazah dilaksanakan di masjid... sah dilaksanakan di mana saja di tempat yang suci. *) Bahkan umumnya ahli fiqih menyebutkan bahwa hukum asli salat jenazah dilaksanakan di tempat-tempat salat di luar masjid sebagaimana disebutkan dalam beberapa keterangan ulama (tertulis nukilan mereka dlm fatwa). Sesungguhnya salat jenazah hukumnya fardhu kifayah... Apabila telah dilaksanakan oleh sebagian orang maka gugurlah dosanya dari sebagian yang lain. Ditekankan bahwa diperbolehkan salat jenazah di rumah yang wafat dengan kehadiran beberapa orang untuk melaksanakan salat jenazah walaupun hanya 3 orang dan juga diperbolehkan untuk salat jenazah di pem

Mati Zholimin atau Thoyyibin (Bag-3)

Gambar
Oleh: Usin S. Artyasa Pembahasan yang lalu diuraikan tentang dua ayat berikut berkaitan dengan kematian setiap manusia. Titik berat dua ayat ini berupa peringatan agar tidak mati kecuali dalam keadaan Muslimin. وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، البقرة: 132 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، آل عمران: 102 Dua ayat di atas memuat dua hal yang sangat penting. Satu, peringatan agar kita tidak mati, kecuali dalam keadaan Muslim, melalui kalimat: “lâ tamûtunna illâ wa antum muslimûna”. Janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim. Dua, antisipasi untuk tidak mati, kecuali dalam keadaan Muslim.  Dengan kata lain, ada kalimat yang menjadi tindakan preventif atau antisipatif. Dua kalimat itu adalah “innallôha isthofâ lakum ad dîn” memilih Islam sebagai agama; dan kalimat “ittaqullôha haqqo tuqôt

Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1441-H/2020-M

Gambar

Mati Zholim atau Thoyyibin (II)

Gambar
Oleh: Usin S. Artyasa (Pengisi ta"lim di Masjid Almuhajirin Antapani Kidul setiap Kamis Subuh) Pembahasan yang lalu menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “man kâna âkhiru kalâmihi lâ ilâha illallôhu dakhola al Jannah”, barangsiapa yang ucapan terakhirnya lâ Ilâha illallôhu pasti masuk surge (HR Abu Dawud, dishahihkan Syaikh al Albani dalam Miyhkah al-Mashabiih, 1/509). Ungkapan hadis ini menggunakan fi’il madhi (kata kerja bentuk lampau). Mengapa? Bukankah kematian itu belum terjadi? Dalam hadis maupun Al Quran, ungkapan yang menunjukkan kepastian, meskipun kejadian atau peristiwa belum terjadi, biasanya menggunakan kata kerja bentuk lampau. Tujuannya adalah memberi kepastian atau bayangan bahwa peristiwa itu sudah terjadi. Simak saja ungkapan Al Quran seperti “idzâ qoro’tum al qur’âna fasta’idz billâh”. Kata “qoro’tum” makna bahasanya adalah “telah membaca”, bukan akan dan sedang membaca. Itulah sebabnya, membaca “isti’âdzah” atau kalimat “a’ûdzu billâhi minasy syaithônir

Mati Zholimin atau Thoyyibin (1)

Gambar
Oleh: Ust. Usin S. Artyasa (Pengisi ta"lim di Masjid Almuhajirin, Antapani Kidul setiap Kamis Sub uh) Dalam Al Quran, ada dua ayat yang menerangkan dua bentuk kematian yang berbeda. Ayat yang satu menggambarkan kematian yang menzhalimi diri sendiri (zholimi anfusihim). Ayat yang satu lagi menggambarkan kematian yang baik (thoyyibin). الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ ظَالِمِي أَنْفُسِهِمْ فَأَلْقَوُا السَّلَمَ مَا كُنَّا نَعْمَلُ مِنْ سُوءٍ بَلَى إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ Yaitu, orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat zhalim kepada diri sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); "Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun". Malaikat menjawab: "Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan", QS 16: 28. Menurut Ibnu ad Dimasqi (Jilid 12: 48), kalimat “al ladzîna al malâ’ikatu …” berfungsi sebagai “al maushûl majrûr aw baddalan aw bayânan”, sebagai penyambung penbicar

15 Pesan Pasca Kepergian Covid-19

Gambar
Ada 15 Pesan yang akan ditinggalkan Covid-19, yang in syaa Allah segera akan pergi : 1. Makanlah yang menyehatkan lagi Halal. Jauhi makanan dan minuman Haram. Bukankah awalnya virus muncul setelah binatang binatang, liar, buas dan kelelawar dibantai dengan kasar atau dibakar hidup hidup lalu dimakan? 2. Jangan lagi berpakaian minim lagi ketat mengumbar aurat. Bukankah Covid-19 telah mendidik kita berpakaian serba tertutup?, dan memang kan semua agama Samawi memuliakan pakaian yang rapih, bersih dan sopan. 3. Jaga ucapan, makanan, dan pendengaran. Bukankah masker Covid-19 telah mendidik kita menutup mulut, lidah, telinga dan hidung?* 4. Jangan lagi ada "pergaulan bebas" tanpa batas, selingkuh dan kumpul tanpa ikatan sah. Bukankah Covid-19 telah mendidik kita untuk Sosial Distancing dan Physical Distancing, jaga jarak, bahkan bersalamanpun tidak bersentuhan?* 5. Jangan lagi malas ke rumah rumah Ibadah, Masjid dll. Bukankah Covid-19 telah mendidik kita, bagaimana sedih dan

Corona dan Menghentikan Penggunaan Masjid

Gambar
Masalah yang dihadapi DKM, sepintas memang remeh. Padahal, tidak begitu. Sebab, di dalamnya termuat beberapa hal yang sangat prinsip : Pertama, adanya kegaiban bernama hakikat virus dan proses penyebarannya. Dalam ilmu akidah, ghaib itu dibagi dua: mutlak dan muqoyyad. Ghaib mutlak berkaitan dengan hakikat Allah, hari kiamat (QS 67: 12). Ghaib muqoyyad (relatif) berkaitan dengan kegaiban yang bersyarat (QS 72: 26-27).  Ungkapan “bersyarat” yang dimaksud adalah persyaratan ilmu yang tentu dengan izin Allah. Itupun hanya “bagian tertentu” atau pengetahuan yang tidak bersifat mutlak karena, sekali lagi, kemutlakan hanya di sisi Allah. Untuk kalangan awam, hakikat dan proses penyebaran virus Covid 19 sangat sulit dideteksi. Faktanya, virus ini menular dengan cepat dan membunuh manusia. Sayangnya, kebijakan “social/physical distancing” (pembatasan jarak sosial/fisik) tidak diindahkan karena munculnya kelompok ‘neojabbariyah’ atau ‘neoqodariah’. Teologi ‘jabariyah’ (asal: ja-ba-ro) ar