Gerhana Matahari, Antara Mitos dan Sunatullah
![]() |
(Ust. Iman Nuryanto, Imam Khatib Shalat Gerhana Matahari di Masjid Almuhajirin/// foto:Dedi/Sek.DKM) |
Betapa tidak, peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 Januari tahun 632 M itu terjadi bertepatan dengan meninggalnya salah satu putra Nabi Muhammad SAW yang bernama Ibrahim. Karuan saja menimbulkan berbagai mitos.
Demikian disampaikan Ust. Iman Nuryanto, sebagai Imam dan khatib shalat Gerhana yang diselenggarakan DKM Almuhajirin RW-10, Antapani Kidul, di Masjid Al-Muhajirin Antapani (26/12).
Tak ayal lagi berbagai mitos menyeruak ke permukaan. Tidak terkecuali peristiwa tersebut dikait-kaitkan dengan kematian anak Rasulullah tersebut. Tak sedikit yang menganggap peristiwa itu sebagai suatu mukjizat. Mereka menganggap gerhana matahari terjadi karena kematian Ibrahim. Hal ini terdengar oleh Rasulullah.
Kemudian beliau menemui kaum Muslimin dan menegaskan bahwa terjadinya gerhana matahari tersebut bukan karena kematian anaknya, Ibrahim.
"Matahari dan bulan adalah tanda kebesaran Allah, yang tidak ada hubungannya dengan kematian atau hidup seseorang. Kalau kalian melihat hal itu, maka berlindunglah kepada Allah dengan dzikir dan doa," begitu sabda beliau.
Rasulullah menjelaskan bahwa peristiwa gerhana, baik gerhana matahari atau gerhana Bulan bukan lah suatu pertanda buruk, melainkan suatu peristiwa alam yang menunjukkan akan kebesaran Allah. Peristiwa gerhana yang menakjubkan dan sangat luar biasa itu menunjukkan akan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan Penciptanya.
Allah SWT berfirman:
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalinn sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian beribadah hanya kepada-Nya.”(Fushshilat: 37)
"Gerhana matahari (Khusufusy Syams) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian. Kegelapan ini sisfatnya hanya sementara. Dalam beberapa saat dunia akan terang kembali. Namun ada saatnya dimana kegelapan akan berlangsung selama-lamanya."
Kemudian beliau menemui kaum Muslimin dan menegaskan bahwa terjadinya gerhana matahari tersebut bukan karena kematian anaknya, Ibrahim.
"Matahari dan bulan adalah tanda kebesaran Allah, yang tidak ada hubungannya dengan kematian atau hidup seseorang. Kalau kalian melihat hal itu, maka berlindunglah kepada Allah dengan dzikir dan doa," begitu sabda beliau.
Rasulullah menjelaskan bahwa peristiwa gerhana, baik gerhana matahari atau gerhana Bulan bukan lah suatu pertanda buruk, melainkan suatu peristiwa alam yang menunjukkan akan kebesaran Allah. Peristiwa gerhana yang menakjubkan dan sangat luar biasa itu menunjukkan akan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan Penciptanya.
Allah SWT berfirman:
”Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah kalinn sujud (menyembah) matahari maupun bulan, tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika memang kalian beribadah hanya kepada-Nya.”(Fushshilat: 37)
"Gerhana matahari (Khusufusy Syams) adalah hilangnya cahaya matahari sebagian. Kegelapan ini sisfatnya hanya sementara. Dalam beberapa saat dunia akan terang kembali. Namun ada saatnya dimana kegelapan akan berlangsung selama-lamanya."
Baginda Nabi Saw. mengajarkan kepada kita tuntunan syariat yang mulia ketika terjadi gerhana matahari, antara lain yaitu:
Pertama, agar menghadirkan rasa takut kepada Allah saat terjadinya gerhana. Terutama peristiwa tersebut mengingatkan kita akan tanda-tanda kejadian hari kiamat, atau karena takut azab Allah diturunkan akibat dosa-dosa yang dilakukan.
Kedua, mengingat apa yang pernah disaksikan Nabi Muhammad SAW dalam shalat Kusuf. Diriwayatkan bahwa dalam shalat kusuf, Rasulullah SAW diperlihatkan oleh Allah surga dan neraka.
Pertama, agar menghadirkan rasa takut kepada Allah saat terjadinya gerhana. Terutama peristiwa tersebut mengingatkan kita akan tanda-tanda kejadian hari kiamat, atau karena takut azab Allah diturunkan akibat dosa-dosa yang dilakukan.
Kedua, mengingat apa yang pernah disaksikan Nabi Muhammad SAW dalam shalat Kusuf. Diriwayatkan bahwa dalam shalat kusuf, Rasulullah SAW diperlihatkan oleh Allah surga dan neraka.
Beliau juga diperlihatkan berbagai bentuk azab yang ditimpakan kepada ahli neraka. Karena itu, dalam salah satu khutbahnya selesai shalat gerhana, beliau bersabda: "Wahai umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." (Muttafak alaih).
![]() |
(Jamaah Masjid Almuhajirin, tumpah ruah memenuhi ruangan Masjid//foto:Dedi/Sek.DKM) |
Namun, Nabi SAW mengatakan, tidak adanya keterkaitan antara gerhana dan kematian putranya. Gerhana ini terjadi semata-mata bentuk wujud kekuasaan Allah SWT. Nabi mengatakan, "Matahari dan bulan adalah sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Terjadinya gerhana bukan karena kematian atau kehidupan seseorang. Maka, bila melihatnya berzikirlah kepada Allah SWT dengan mengerjakan shalat." (HR Bukhari).
![]() |
(Jamaah Akhwat Almuhajirin menempati ruang lantai dua// foto:Dedi/Sek.DKM) |
Namun gerhana bisa membangkitkan kekaguman yang mendalam akan terjadinya peristiwa ini. Akan tetapi tak dimungkiri kalau di balik penjelasan ilmiah soal gerhana ini, masih ada mitos-mitos yang berkembang soal gerhana matahari. Mitos ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga berkembang di seluruh dunia.
Indonesia pernah ada mitos bahwa gerhana matahari terjadi karena matahari ditelan Buto Ijo. Agar matahari itu dikeluarkan kembali oleh si buto ijo, maka harus melakukan keramaian, seperti memukul kentongan, lesung, dll. Selain itu ada juga mitos yang berkembang bahwa ada kesialan yang akan datang bersama gerhana matahari.
![]() |
(Khidmat mengikuti rangkaian pelaksanaan shalat Gerhana Matahari//foto:Dedi/Sek.DKM) |
Komentar
Posting Komentar